28 April 2009

Penuh Makna

Kemarin aku melihatmu sendiri, termenung duduk menerawang diangkasa yang penuh awan putih menggumpal. Kau tidak bicara sedikitpun, bahkan menoleh untuk memastikan keberadaanku yang sekarang ada disampingmu juga tidak. Kau hanya terdiam, kemudian menutup matamu perlahan, aku hanya bisa menatapmu sobat. Penuh tanda tanya, akankah Dika yang dulu akan hadir lagi disini, kembali menjadi sosok penuh inspirasi. Menjadi wujud yang tatapan dan tingkah lakunya penuh makna.
Jujur saja, diriku merindukan sosokmu yang dulu. Menikmatimu dalam keadaan merindu Kekasih. Membayangkan seandainya kita bersama akan menatap diriNya.
Tapi, ada yang berbeda denganmu sobat, tertutupnya matamu tidak lagi diakhiri dengan senyuman. Bahkan, ada hal lain, ada benda lain, yang menghiasi wajahmu. Dika, kau baik2 saja kan? Butiran bening itu perlahan menghiasi pipimu. Berlomba untuk segera menuruni tebing pipi yang terbentuk oleh rahang yang kokoh. Kuhitung berapa lamanya waktu kau seperti itu. Langit Gadjah Mada begitu cerah sobat, makanya kita disini. Berputar bersama, melakukan kegiatan di pagi ini dengan senyuman yang inah penuh makna, tapi kenapa? Butiran bening itu berkumpul di tengah pipimu, karena dirimu masih tetap menengadah menutup mata ke angkasa biru sana.
Aku berusaha untuk tetap diam. Aku juga perlahan menengok langit biru itu, mencoba untuk melakukan apa yang kau lakukan. Mencoba untuk merasakan apa yang kau rasakan. Mencoba untuk menjadi dirimu saat ini. Dalam kesunyian gedung Sabha Pramana ini, perlahan aku mendengar kau mengucapkan sesuatu. “Nay, aku percaya kalau aku bisa melupakannya, aku pasti bisa menjadi sosok pribadi yang jauh lebih baik dari hari ini. Dari bulan ini, dari detik ini. Aku percaya aku sanggup. Aku bisa, aku bisa... Jazakillah ukhti...” katanya sambil menyeka butiran bening tersebut. Aku hanya ikut tersenyum, sambil mencoba mengikuti alur berfikirmu untuk menyelesaikan masalahmu itu. OK!! Sekarang sepertinya sudah selesai.
Sipp!! Alhamdulillah....

Tidak ada komentar: