10 Mei 2009

Satu kata buat yang tersayang...

Haha, bentar dulu sist jangan pake salah tafsir dulu. Ni judul sengaja dibuat karena diri ini sedang teringat sesuatu. Ada satu sosok yang sedang aku kangeni, ukh... siapakah orang yang beruntung itu. Yang jelas, dia sangat membuat diri ini punya banyak perasangka. Dari rasa senang, kesel, ogah, sebel, mutung, ngambek, sayang, kangen, rindu. Cie... nano-nano gitu deh.
Khem, ia nih, sedang kangen dengan yang jauh disana. ho are u, prend? Sudah berapa juz yang kau hafal sekarang? Sudah berapa ayat yang kau sampaikan ke ummat yang sedang haus ilmu ini. Sudah berapa kader yang kau rekrut? Yang kau bina? Yang kau jadikan sebagai penggantimu untuk senantiasa menyeru kepada agamaNya, berjanji untuk bertemu kembali di surgaNya. Menatap wajahNya, bercerita tentang kisah perjuanganmu untuk bertemu denganNya pada akhirnya. Subhanallah...
Prend, satu kata yang kuingat selalu darimu “Ukh, semoga kita senantiasa menjadi sahabat ya... apapun kondisi kita, baik senang maupun susah, baik sedih maupun duka, baik sedang ngambek maupun baikan, baik ndak ada duit maupun lagi berduit. Haha... semoga kita senantiasa saling mengingatkan dan berlomba2 untuk meraih jannahNya, bertemu menatap wajahNya, dan tersenyum bersama sebagai hamba yang beruntung karena telah mengikuti jalan dakwah ini. Ukhti, jadilah orang yang memberi, memberi lebih, memberi yang terbaik dari apa yang kita punya. Berikan senyuman manismu dipagi hari sebagai penebus kesalahan kita untuk siang hari, berikan amalan2 dakwah yang kau amalkan disiang hari, untuk menghadapNya dimalam hari, berkhalwat ditengah malam bersamaNya, cerita tentangmu padaNya, selalu tanpa kecuali. Ukhti, surga itu memang manis, oleh karena itu raihlah ia dengan amalan2 termanis yang kita punya. Amalan yang tidak hanya kita lakukan untuk mengharap pujian dari manusia, tapi hanya mengharap dirinya untuk Ridho kepada kita.
Emang kata-kata temenku itu biasa aja si, ndak ada istimewanya bahkan. Untuk sosok diriku yang memang dulu sudah ogah-ogahan mendengar ocehannya. Tapi entah kenapa, kau selalu bersikap baik padaku, meski aku tidak mau untuk mendekatimu, apalagi mengenalmu. Kau sekarang lagi dimana, prend? Masih sibuk dengan segudang amanah dakwah ya? Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untukmu.
Ada satu permainan yang aku selalu ingat darimu, yaitu permainan coba-coba. baik dari hal kecil mpe yang besar, semuanya maen coba-coba. walhasil apa? haha.. ndak ada yang bagus, apalagi baik. Ipmu aja yadi biasa-biasa saja. Kaderpun jadi suka kabur gitu.
Tapi, satu kata untukmu wahai saudariku, “kau tetaplah sidik, meski namamu, tidak lagi sidik.” Yang akan tetap sidik, meski diriku tidak mau bersikap sidik. Yang akan tetap sidik, meski yang lain tidak sidik. Karena kau adalah sidik yang selalu berkata sidik, tanpa ada kebohongan belaka.

Apa kabar hati? Apakah ia masih sebening embun pagi hari?

Malam ini hujan begitu cantik, turun dari singgasananya yang penuh dengan kasih sayang, kasih sayang untuk menurunkan sebagian titik-titik air ke bumi yang sudah terhina oleh manusia ini. Tapi diriku, hatiku? Entah sedang berkelana kemana. Yang pasti, hujan ini begitu setia menemaniku berjalan pulang ke asrama, indah memang, bahkan mengasyikkan sekali ditemani oleh salah satu hasil penciptaanNya yang begitu menyejukkan hati. Sejuk, dingin, tapi sungguh hati ini sangat menikmatinya. Terbersit sebuah lagu yang sering aku dengar dengan teman halaqohku, hmm... hujan begini memang cocoknya dibarengi dilatarkan kita sedang berkumpul dengan orang yang kita sayangi, kita cintai, kita kasihi, atau bahkan sedang kajian bareng, pasti seru deh... semakin tambah konsentrasinya kita pada topik yang dikaji oleh ustadz. Atau malah semakin serunya kita mengobrol dengan teman sebelah? Hmm, patut di evaluasi neh...
Hmmm, kaifa haluk hati? Hehe, diri ini mencoba untuk menetralkan hati ini, mencoba untuk memutihkannya kembali, menyehatkannya kembali, membersihkannya kembali dari serpihan-serpihan kotor, dari penyakit-penyakit kecil yang mungkin akan membahayakan hati ini sehingga tidak masuk kedalam JannahNya.
Kaifa haluk hati? Hmmm, pertanyaan itu kembali kuberanikan untuk kutanyakan dalam diri ini. Apa kau sedang sakit? Atau sedang sekarat? Atau sedang merindukan sesuatu? atau sedang gamang, tak menentu.
Kaifa haluk hatiku? Hujan ini seharusnya mampu membuat jasad ini menjawab pertanyaan itu dengan mudah dan lebih cepat. Hmm, daku hanya bisa tersenyum, berjalan menunduk mencoba untuk memaknai setiap udara yang masuk kedalam paru-paru ini, mencoba untuk kembali menata hati ini agar terbiasa jujur dengan diri sendiri. Kaifa haluk hatimu, ukh? Apakah ia masih sebening embun pagi ini??

Untukmu Saudaraku... Dari Hatiku, untuk Surga yang akan kau lihat, beberapa detik lagi. Amin...

Ternyata takdir itu hanya Dirinya yang tahu, manusia mana sih yang akan tahu kapan dia meninggal? Manusia mana sih yang tahu dirinya bakalan tenggelam. Hmm, satu hal yang musti diambil pelajarannya ukh, takdir itu berlaku untuk siapa saja, Allah tidak akan memandang siapa diri anti. Allah nda memandang anti sebagai anak UGM, Allah juga tidak memandang apakah anti anak pak kiai, atau anak presiden. Semuanya akan mendapatkan takdir itu, tanpa terkecuali
Malam ini satu mujahid dipanggil olehNya. Aku hanya bisa terdiam, sesekali mencoba untuk memaknai apa yang sedang Allah rencanakan padaku lewat kejadian-kejadian yang terjadi disekitarku. Iya, ternyata satu mujahid sudah terpanggil olehNya, aku merasa dia masih disini, berjuang bersama diriku dan teman-teman yang lain di kampus biru yang penuh teka-teki.
Apa kabar saudaraku? Meski diriku tidak mengenalmu dengan baik, tapi entah kenapa diriku merasa dekat denganmu. Aku disini hanya bisa berdo’a dan mencoba mengambil pelajaran dari apa yang terjadi denganmu, dan hikmah dari kehidupanmu.
Untukmu saudaraku, aku hanya bisa mendoakan dari hati. Entahlah, semoga ini menjadikan dirimu melihat surgaNya dengan tidak lama lagi.