22 Juni 2009

Hati.... hati... hati....

Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan segera.

Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46). Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”

Karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik. Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.

Kedudukan Ikhlas

Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162). Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Rasulullah saw. bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”

Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”

Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.

Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”

Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”

Makna Ikhlas

Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.

Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.

Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.

Buruknya Riya

Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”

Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?’” (HR Ahmad).

Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)

Ciri Orang Yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:

1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.

Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”

2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.

3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

by: dakwatuna

10 Mei 2009

Satu kata buat yang tersayang...

Haha, bentar dulu sist jangan pake salah tafsir dulu. Ni judul sengaja dibuat karena diri ini sedang teringat sesuatu. Ada satu sosok yang sedang aku kangeni, ukh... siapakah orang yang beruntung itu. Yang jelas, dia sangat membuat diri ini punya banyak perasangka. Dari rasa senang, kesel, ogah, sebel, mutung, ngambek, sayang, kangen, rindu. Cie... nano-nano gitu deh.
Khem, ia nih, sedang kangen dengan yang jauh disana. ho are u, prend? Sudah berapa juz yang kau hafal sekarang? Sudah berapa ayat yang kau sampaikan ke ummat yang sedang haus ilmu ini. Sudah berapa kader yang kau rekrut? Yang kau bina? Yang kau jadikan sebagai penggantimu untuk senantiasa menyeru kepada agamaNya, berjanji untuk bertemu kembali di surgaNya. Menatap wajahNya, bercerita tentang kisah perjuanganmu untuk bertemu denganNya pada akhirnya. Subhanallah...
Prend, satu kata yang kuingat selalu darimu “Ukh, semoga kita senantiasa menjadi sahabat ya... apapun kondisi kita, baik senang maupun susah, baik sedih maupun duka, baik sedang ngambek maupun baikan, baik ndak ada duit maupun lagi berduit. Haha... semoga kita senantiasa saling mengingatkan dan berlomba2 untuk meraih jannahNya, bertemu menatap wajahNya, dan tersenyum bersama sebagai hamba yang beruntung karena telah mengikuti jalan dakwah ini. Ukhti, jadilah orang yang memberi, memberi lebih, memberi yang terbaik dari apa yang kita punya. Berikan senyuman manismu dipagi hari sebagai penebus kesalahan kita untuk siang hari, berikan amalan2 dakwah yang kau amalkan disiang hari, untuk menghadapNya dimalam hari, berkhalwat ditengah malam bersamaNya, cerita tentangmu padaNya, selalu tanpa kecuali. Ukhti, surga itu memang manis, oleh karena itu raihlah ia dengan amalan2 termanis yang kita punya. Amalan yang tidak hanya kita lakukan untuk mengharap pujian dari manusia, tapi hanya mengharap dirinya untuk Ridho kepada kita.
Emang kata-kata temenku itu biasa aja si, ndak ada istimewanya bahkan. Untuk sosok diriku yang memang dulu sudah ogah-ogahan mendengar ocehannya. Tapi entah kenapa, kau selalu bersikap baik padaku, meski aku tidak mau untuk mendekatimu, apalagi mengenalmu. Kau sekarang lagi dimana, prend? Masih sibuk dengan segudang amanah dakwah ya? Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untukmu.
Ada satu permainan yang aku selalu ingat darimu, yaitu permainan coba-coba. baik dari hal kecil mpe yang besar, semuanya maen coba-coba. walhasil apa? haha.. ndak ada yang bagus, apalagi baik. Ipmu aja yadi biasa-biasa saja. Kaderpun jadi suka kabur gitu.
Tapi, satu kata untukmu wahai saudariku, “kau tetaplah sidik, meski namamu, tidak lagi sidik.” Yang akan tetap sidik, meski diriku tidak mau bersikap sidik. Yang akan tetap sidik, meski yang lain tidak sidik. Karena kau adalah sidik yang selalu berkata sidik, tanpa ada kebohongan belaka.

Apa kabar hati? Apakah ia masih sebening embun pagi hari?

Malam ini hujan begitu cantik, turun dari singgasananya yang penuh dengan kasih sayang, kasih sayang untuk menurunkan sebagian titik-titik air ke bumi yang sudah terhina oleh manusia ini. Tapi diriku, hatiku? Entah sedang berkelana kemana. Yang pasti, hujan ini begitu setia menemaniku berjalan pulang ke asrama, indah memang, bahkan mengasyikkan sekali ditemani oleh salah satu hasil penciptaanNya yang begitu menyejukkan hati. Sejuk, dingin, tapi sungguh hati ini sangat menikmatinya. Terbersit sebuah lagu yang sering aku dengar dengan teman halaqohku, hmm... hujan begini memang cocoknya dibarengi dilatarkan kita sedang berkumpul dengan orang yang kita sayangi, kita cintai, kita kasihi, atau bahkan sedang kajian bareng, pasti seru deh... semakin tambah konsentrasinya kita pada topik yang dikaji oleh ustadz. Atau malah semakin serunya kita mengobrol dengan teman sebelah? Hmm, patut di evaluasi neh...
Hmmm, kaifa haluk hati? Hehe, diri ini mencoba untuk menetralkan hati ini, mencoba untuk memutihkannya kembali, menyehatkannya kembali, membersihkannya kembali dari serpihan-serpihan kotor, dari penyakit-penyakit kecil yang mungkin akan membahayakan hati ini sehingga tidak masuk kedalam JannahNya.
Kaifa haluk hati? Hmmm, pertanyaan itu kembali kuberanikan untuk kutanyakan dalam diri ini. Apa kau sedang sakit? Atau sedang sekarat? Atau sedang merindukan sesuatu? atau sedang gamang, tak menentu.
Kaifa haluk hatiku? Hujan ini seharusnya mampu membuat jasad ini menjawab pertanyaan itu dengan mudah dan lebih cepat. Hmm, daku hanya bisa tersenyum, berjalan menunduk mencoba untuk memaknai setiap udara yang masuk kedalam paru-paru ini, mencoba untuk kembali menata hati ini agar terbiasa jujur dengan diri sendiri. Kaifa haluk hatimu, ukh? Apakah ia masih sebening embun pagi ini??

Untukmu Saudaraku... Dari Hatiku, untuk Surga yang akan kau lihat, beberapa detik lagi. Amin...

Ternyata takdir itu hanya Dirinya yang tahu, manusia mana sih yang akan tahu kapan dia meninggal? Manusia mana sih yang tahu dirinya bakalan tenggelam. Hmm, satu hal yang musti diambil pelajarannya ukh, takdir itu berlaku untuk siapa saja, Allah tidak akan memandang siapa diri anti. Allah nda memandang anti sebagai anak UGM, Allah juga tidak memandang apakah anti anak pak kiai, atau anak presiden. Semuanya akan mendapatkan takdir itu, tanpa terkecuali
Malam ini satu mujahid dipanggil olehNya. Aku hanya bisa terdiam, sesekali mencoba untuk memaknai apa yang sedang Allah rencanakan padaku lewat kejadian-kejadian yang terjadi disekitarku. Iya, ternyata satu mujahid sudah terpanggil olehNya, aku merasa dia masih disini, berjuang bersama diriku dan teman-teman yang lain di kampus biru yang penuh teka-teki.
Apa kabar saudaraku? Meski diriku tidak mengenalmu dengan baik, tapi entah kenapa diriku merasa dekat denganmu. Aku disini hanya bisa berdo’a dan mencoba mengambil pelajaran dari apa yang terjadi denganmu, dan hikmah dari kehidupanmu.
Untukmu saudaraku, aku hanya bisa mendoakan dari hati. Entahlah, semoga ini menjadikan dirimu melihat surgaNya dengan tidak lama lagi.

28 April 2009

Sahabat

Sobat...
Duduklah, nikmatilah setiap hembus tali nafas perjuangan ini.
Rasakanlah setiap langkahnya, mengayun kebersamaan.
Dengarlah degup tapaknya, menyayat hati.
Sobat...
Kereta dakwah itu kian mendekat. Sambutlah ia, sobat
Jadilah penumpang pilihannya. Pemegang tongkat kebangkitan
Sobat...
Detik ini...
Tiada lama lagi..

Penuh Makna

Kemarin aku melihatmu sendiri, termenung duduk menerawang diangkasa yang penuh awan putih menggumpal. Kau tidak bicara sedikitpun, bahkan menoleh untuk memastikan keberadaanku yang sekarang ada disampingmu juga tidak. Kau hanya terdiam, kemudian menutup matamu perlahan, aku hanya bisa menatapmu sobat. Penuh tanda tanya, akankah Dika yang dulu akan hadir lagi disini, kembali menjadi sosok penuh inspirasi. Menjadi wujud yang tatapan dan tingkah lakunya penuh makna.
Jujur saja, diriku merindukan sosokmu yang dulu. Menikmatimu dalam keadaan merindu Kekasih. Membayangkan seandainya kita bersama akan menatap diriNya.
Tapi, ada yang berbeda denganmu sobat, tertutupnya matamu tidak lagi diakhiri dengan senyuman. Bahkan, ada hal lain, ada benda lain, yang menghiasi wajahmu. Dika, kau baik2 saja kan? Butiran bening itu perlahan menghiasi pipimu. Berlomba untuk segera menuruni tebing pipi yang terbentuk oleh rahang yang kokoh. Kuhitung berapa lamanya waktu kau seperti itu. Langit Gadjah Mada begitu cerah sobat, makanya kita disini. Berputar bersama, melakukan kegiatan di pagi ini dengan senyuman yang inah penuh makna, tapi kenapa? Butiran bening itu berkumpul di tengah pipimu, karena dirimu masih tetap menengadah menutup mata ke angkasa biru sana.
Aku berusaha untuk tetap diam. Aku juga perlahan menengok langit biru itu, mencoba untuk melakukan apa yang kau lakukan. Mencoba untuk merasakan apa yang kau rasakan. Mencoba untuk menjadi dirimu saat ini. Dalam kesunyian gedung Sabha Pramana ini, perlahan aku mendengar kau mengucapkan sesuatu. “Nay, aku percaya kalau aku bisa melupakannya, aku pasti bisa menjadi sosok pribadi yang jauh lebih baik dari hari ini. Dari bulan ini, dari detik ini. Aku percaya aku sanggup. Aku bisa, aku bisa... Jazakillah ukhti...” katanya sambil menyeka butiran bening tersebut. Aku hanya ikut tersenyum, sambil mencoba mengikuti alur berfikirmu untuk menyelesaikan masalahmu itu. OK!! Sekarang sepertinya sudah selesai.
Sipp!! Alhamdulillah....

Luruskan Niat...

“Sesungguhnya diterimanya amal dan perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dna sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya akan diterima sebagai hijrah karena Allah dan RasulNya. Barangsiapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapatkan apa yang ia tuju (HR Bukhari Muslim)
Sebuah keniscayaan, kalau niat itu adalah induk dari diterimanya sebuah amal. Dia adalah penentu, apakah amal seseorang itu akan diterima atau tidak. Apakah tujuannya baik atau buruk, berbalas surga ataukah neraka. Karena, niat merupakan pengarah amal kita, dialah yang menentukan bentuknya sebuah amal, bobot sebuah amal, dan jenis sebuah amal. Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya. Dan amal itu sendiri mengikuti niatnya. Amal akan benar jika niatnya benar, dan amal akan rusak jika niatnya rusak. Oleh karena itu wahai saudariku, sering-seringlah meluruskan niat kita. kalaulah bengkok diawal, bisa kita benahi di tengah, atau di akhir. Yang pasti, kita harus senantiasa meluruskannya.
Pastikan, apapun yang antum lakukan berdasarkan niat yang sudah terpatri di hati ini, bukan karena ikut-ikutan teman, ataupun bukan juga karena merasa tidak enak dengan orang lain. Tapi harus berdasarkan niat. Ketika kita akan melaksanakan sesuatu yang sederhana misalkan, tetapi ketika kita meniatkan itu adalah untuk ibadah, Insya Allah itu akan menjadi suatu nilai lebih, yang tentunya hanya Allah yang akan membalasnya.
Pastikan juga, niatkan diri kita dengan hal-hal yang baik. Jangan sekali-kali meniatkan diri kita untuk berbuat jahat yang merugikan diri dan orang lain. Kenapa? Selain kita dapat pahala dari Allah, itu pun akan memupuk rasa husnudzhon kita terhadap saudara, rasa kasih kita terhadap Allah dan sesama manusia, dan rasa tenang yang berefek dalam diri ini. Kita akan diberi pahala ketika kita meniatkan diawal untuk melakukan hal yang baik, dan ketika kita melaksanakannya, Allah akan melipat gandakan hal itu. Tetapi, ketika kita mempunyai niat untuk berbuat jahat, Allah belum mencatat dosa dari niat jahatnya tersebut. Para malaikatpun bahkan berdoa memohon kepada Allah agar kita menggugurkan niat jelek kita itu. Subhanallah, Allah memang begitu sayang dengan kita.
Yakinkan diri kita berniat baik, dan semua itu hanya mengharap ridhoNya, bukan yang lain. OK? Sip.. semangat ya, luruskan niat...

03 Maret 2009

Tuliskan saja apa yang kau rasakan

Ceritakan kembali tentang kisah kita. tentang perjalanan dakwah kita di UGM. Tentang kejayaan Jama’ah Shalahuddin yang menjadi wasilah kita untuk berdakwah. Tentang peran kita disana, tentang pengabdian kita terhadap dakwah ini. Tentang apapun, agar sekiranya kau tidak menjadi orang yang egois, yang hanya menyimpan ceritamu, kisahmu, pada diri sendiri. Tanpa mau menceritakannya ke orang lain. Apa yang kau butuhkan untuk saat ini, Apa yang kau lakukan saat ini, apa yang kau abdikan saat ini. Itu adalah modal, itu adalah bahan untuk kau ceritakan ke orang lain. Kau bisa menjadi “solutif people” buat mereka, karena kau punya kisah. Karena kau pernah terjun ke bidang tersebut. Karena kau merupakan pribadi yang penuh dengan kisah lapangan yang sangat diperlukan orang. Baik sekarang, maupun yang akan datang. So, yuk kita bercerita. Lewat mana saja. Tidak harus di ketik di laptop, tidak harus diterbitkan di blog. Berdiskusi merupakan sarana minimum yang bisa kita lakukan untuk berbagi cerita. Tapi, optimalnya kita menulisnya. Tulis saja apa yang kau rasakan. Tulis saja apa yang ingin kau ceritakan, dan kau akan menjadi “pahlawan” untuk orang yang membaca tulisanmu. Menulislah, meski sedikit.

22 Februari 2009

KULTUR DA’AWI

Kultur apa yang akan qt bangun di JS 1430?

Individu
1. Memberi salam jika bertemu dan tersenyum
2. Tersenyum kepada saudara
3. Sopan, santun, melunakkan pembicaraan, rendah hati
4. Jika tidak kelihat maka cari tahulah
5. Jika sakit maka jenguklah
6. Jika mengundang maka penuhilah
7. Jika bersin dan mengucapkan hamdalah maka jawablah
8. Jika meninggal maka antarkanlah kepemakamannya
9. Berbuat baik kepada sahabat dan tetangga
10. Menutup aib saudaranya
11. Membela kehormatan saudaranya
12. Memaafkan saudaranya
13. Hendaklah menjauhi diri dari perdebatan
14. Saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran
15. Disiplin, tepat waktu atas janji yang disepakati
16. Saling mengenal dengan saudaranya yang lain
17. Hendaklah saling memberi hadiah sesama saudaranya
18. Mengedepankan aspek keteladanan, baik dilingkungan kampus atau tempat tinggal
19. Bergaul sesama saudara dengan bersahaja, tanpa memaksakan diri
20. Menggembirakan, bukan membuat orang stress
21. Mempermudah, bukan mempersulit
22. Memberikan solusi, bukan menghakimi
23. Tidak memotong pembicaraan orang lain
24. Informasi berlandaskan atas fakta, minimalisir asumsi
25. Berpenampilan baik, menyenangkan, bersih, dan tidak berlebihan dalam berpakaian
26. Menjauhkan diri dari perkataan yang sia-sia
27. Menjauhkan diri dari kegiatan yang sia-sia (mendengarkan musik, nonton film, main game, dll).
28. Berhati-hati dalam menyimpan ataupun mengupload foto pribadi, orang lain, maupun kegiatan (terutama akhwat).
29. Mengurangi senda gurau dan tertawa berlebihan
30. Mematuhi keputusan syuro
31. Untuk akhwat, aktivitas di luar rumah maksimal pukul 21.00 apabila terpaksa keluar maka tidak boleh sendirian (harus ditemani makhrom, atau akhwat yang lainnya.

Generasiku kini.....

Generasi itu sudah harus ku kirimkan sekarang, kukirimkan padamu, untuk membantumu. Membantu apa saja. Yang pasti. Mendukung dakwah kita di sana. Bagaimana kabarmu sobat? Sudahkah kau menghasilkan generasi peradaban di masamu? Atau minimal kau sudah menciptakan dirimu sebagai generasi peradaban. Ingat janji kita kan, sobat? Kita harus menciptakan generasi yang militan seperti generasi pertama islam, yang mana mempunyai murabbi yang luar biasa, sangat luar biasa. Dan aku yakin, kita mampu untuk menciptakan generasi seperti itu.
Gimana kabar kader kita? ada berapa kader si, yang merasa aman di JS? Ada berapa kader si, yang mampu untuk bergerak mengikuti percepatan gerak dakwah kita sekarang? Mampu kah kita menciptakan kader yang seperti itu? Kader yang senantiasa, akan tetap pada visi yang diusungnya diawal. Kader yang senantiasa mengikuti misi yang perlahan harus ia sampaikan diawal. Ayo sobat, berangkatlah dari semangat itu, kau harus melihat semangat itu.
Seperti kata2 sebelumnya. Apapun yang kau punya, apapun yang kau miliki. Aku akan senantiasa, mendukungmu, selagi diri ini masih mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Aku akan terus menjadi, sahabatmu, yang senantiasa menjagamu selalu... dari apapun. Meski aku tahu, bahwa aku hanya seorang manusia, yang memang banyak sekali keterbatasan. Tapi aku akan selalu bersamamu, selagi kau mau dan mampu denganku. Apapun yang terjadi, kita kan selalu bersama, meski dirimu sudah tidak lagi disisi.
Apakah kebersamaan dan keindahan persahatan kita hanya sebatas disini? Sebatas berinteraksi secara fisik, entahlah... yang pasti, meski kau jauh, aku tetap merasakan dirimu ada disini. Daun itu masih tetap hijau, meskipun ia berulang kali melakukan fotosintesis. Kau tahu sobat, itulah persahabatan kita. sejauh manapun kita berkontribusi, itu tidak akan menjadikannya sebagai halangan. Halangan yang akan menghalagi kita dari jejak berkontribusi dalam dakwah.
Apapun yang kau lakukan sobat, yakinkan itu adalah yang terbaik, baik untukmu, maupun untuk saudaramu. Itu hanya pesan biasa, tapi sungguh mengandung makna luar biasa. Bagaimana persahabatan itu merupakan kata kunci untuk kita bersatu menghancurkan musuh kita.
Indahnya persahabatan kita. hmm, subhanallah...

05 Februari 2009

Ku kan Bersamamu, selalu...

Dengan cara apalagi aku harus mengenalmu, sobat?
Dengan cara apalagi aku harus memahamimu?
Dengan cara apalagi aku harus mengerti setiap detil sikap yang kau lakukan?
Tidak cukupkah aku mengimbangimu?
Tidak cukupkah aku mampu untuk menyamakan gerak langkahku, denganmu?
Sebenarnya aku adalah orang pertama yang akan mengerti benar apa yang sebenarnya terjadi denganmu, aku yakin, ya... sangat yakin kalau aku adalah orang yang benar2 mengerti kau.
Sungguh, bukannya aku sok tahu. Tapi memang benar ini nyatanya. Karena setiap perkiraanku tentangmu, pastilah tepat. Apapun itu, ya... meski kadang aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku sebegitu mampu untuk memahamimu.
Sekarang aku melihat kau berbeda. Dan aku mengerti kenapa kau seperti itu, meskipun tanpa kau beri tahu. Sekarang kau terlihat murung, dan aku mengerti benar, kenapa kau seperti itu. Aku tahu ada sesuatu yang terjadi denganmu, dan payahnya aku hanya bisa berdoa dan memberi semangat tuk memberi dukungan untukmu dari belakang.
Aku tahu apa yang kau butuhkan. Tapi payahnya aku hanya seorang yang lemah, yang tidak bisa benar2 selalu ada disampingmu ketika kau butuhkan.
Aku tahu, kenapa kau begitu berubah, aku tahu. Yang jelas, dakwah benar2 menuntut kita untuk mengakselerasi diri ini. Agar kita terus mengikuti putaran roda dakwah ini. Agar kita senantiasa ikut dalam kancahnya, dalam geraknya, dalam rotasinya. Dan kita yakin bahwa ini benar.
Kita sudah berfikir beberapa tingkat lebih maju, sobat. Lupakan masa lalu kita yang penuh dengan kejahiliyahan, dan ketidakpentingan itu. Jadikan ia sebagai pelajaran untuk kita melangkah selanjutnya. masalalu kita adalah teman yang senantiasa harus kita singkirkan. Musnahkan cara berfikir kita dimasalalu itu. Sekarang beralihlah keberfikir sebagai orang yang selalu optimis, orang yang senantiasa akan membuat disekitarnya merasa bermanfaat dengan keberadaan kita. orang yang senantiasa ketika mendengar nama kita, disekitar kita akan senyum... mengingat sebegitu besar kontribusi kita untuk berjalannya dakwah ini. Subhanallah...indahnya ya...
Hmmm, yang pasti. Aku mengerti kondisimu, sobat. Dan aku yakin, ketika dirimu tidak menceritakan masalahmu padaku. Aku akan senyum, berjalan bersamamu, dan tentu saja ketika kau menoleh hanya sekedar untuk menengok. Aku akanmengaguk sambil bilang, “aku yakin kau bisa memecahkan masalah itu, jangan hawatir... aku akan selalu mendukungmu, selagi kau benar.” Dan kita akan tertawa bersama kembali. Hmmm, kekuatan hati memang tidak usah diragukan lagi ya. Hehe... Luv U sobat, barakallah... Allah bersama kita, Allah menjaga kita, Allah melihat kita. semangat!!!

20 Januari 2009

Nikah sekarang, Egois nda c???

Hmm, sudah berapa hari ya nda nulis neh… kangen juga bisa ngetik langsung di laptop. Ada beberapa kenangan Bro, Sist yang akan kuceritakan kepadamu… banyak kisah yang ingin kusugahkan padamu, banyak banget, banget… hehehe… sabar Uni…

Bulan Januari, bulan istimewa, bulan keajaiban, bulan revolusi, dan bulannya walimah kali ye.. tahu neh, abisnya, temen-temenku semuanya pada melasungkan akad nikah di bulan ini. Terhitung dari minggu pertama, my sister si Ika (Psiklogi’06) melasungkan akadnya. Hehe, sampai sempet nyindir ke temen sebelah yang udah ngebet juga… hehe, Endah, I’m sorry. Abisnya, gue seneng banget ngeledekin elu. Moga cepet nular ke elu, hehe… kalo ke gue, entar dulu deh. Masih sedang menikmati kejayaan nikmatnya berdakwah dengan keikhlasan seorang diri.

Eits, jangan sampai nimbulin persepsi yang berbeda ya… bukan apa-apa sih… bukannya diriku tidak setuju dengan adanya nikah muda. Apalagi dengan nikah pas kuliah. Hmm, no coment deh. Tapi semoga aja nggak terjadi, karena aku masih nggak ada rencana tuk nikah pas kuliah, hoho… bayangan buat jadi Menteri Lingkungan Hidup lebih nyata di depan mata, dari pada untuk menjadi seorang istri pas masih kuliah. Waduh, kejauhan berpendapat neh… Kalau kata Direktur LPI (Lembaga Pengembangan Insani), Bunda Nu’ pas dateng silaturrahim ke etoser akhwat jogja, ketika dimintai pendapatnya kenapa seorang etoser tidak boleh menikah dulu, hehe… penjelasanya cukup panjang banget neh, kita diceritain dari pendidikan di Indonesia, yang mpe ujungnya beliau berpendapat etoser tidak boleh menikah ketika masih dapet beasiswa.

Beliau bercerita, anak-anak yang mendapatkan bangku kuliah di Indonesia amatlah sedikit, kurang lebih 15% saja dari penduduk Indonesia ini. Dan kurang dari 15% itu, bisa menikmati pendidikan S1, bahkan kurang dari 15% itu juga, bisa menikmati pendidikan di Universitas terbaik di Indonesia. Jadi, kita memang adalah kaum terpilih, kita adalah orang cerdas, yang memang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih banyak untuk perbaikan kondisi Indonesia juga, nah lho? Terus apa kaitannya dengan hal menikah muda? Beliau bilang, kita egois kalau kita memikirkan hal itu sekarang. Karena kita adalah aset, yang harapannya mampu merubah perekonomian keluarga khususnya, dan mampu merubah system pendidikan atau pun ekonomi di Indonesia. Jadi, memang keluaran anak etos itu harapannya mampu memboyong keluarganya kearah yang lebih baik, baik dari perekonomiannya ataupun yang lainnya. Begitu… dan harapannya dapat mengubah perekonomian Indonesia juga, nah kalo menikah? Tanggungannya udah beda lagi, meski nikah pun sama-sama merupakan sunnah rasul dan menyempurnakan separuh agama. Tapi, untuk sekarang (masa kuliah) nggak dulu kali ye…

Kalo aku? Aku jadi inget kata-kata seorang akhwat, yang dulu menjebloskanku ke jalan ini. Dia bilang suatu hal, yang ketika itu beliau sedang di khitbah oleh seorang ikhwan, dia bilang “Neng, yang pasti pikirkan kematian, karena kepastian merupakan suatu keniscayaan. Kalau menikah? Blm tentu dialami oleh semuanya.” Hehe, jelas aja aku hanya senyum sambil mencoba menebak-nebak… nih anak kenapa ngasih aku wejangan aku kayak gitu ya? Khemm, maklum masih polos banget dulu…

Yang jelas, apapun yang kamu lakuin, yakinkan… bahwa itu sudah dipirkan matang-matang, sudah dipikirkan baik-buruknya, sudah dipikirkan dengan hati yang jernih, agar nantinya tidak menyesal, agar nantinya benar-benar yang ada hanya senyuman kemenangan dari kita. Yang jelas, kita hidup di dunia ini tidak sendiri, masih banyak orang lain yang membutuhkan uluran tangan kita, masih bayak orang-orang yang harus kita rangkul, harus kita beri uluran tangan kita tuk dapat hidup lebih baik. Insya Allah… yang jelas, pastikan hidup kamu itu bermanfaat untuk orang lain. Jangan sampai kita menjadi pribadi yang buruk, yaitu pribadi yang mana tidak diharapkan kebaikannya sama sekali, pribadi yang tidak aman dari kejelekannya (H.R Thabrani).

Keep smile, n have barokah day… lakukanlah sesukamu, buat nyaman hidupmu, dan yakinkan bahwa setiap detik yang kita lakukan adalah membawa kemanfaatan. Kemanfaatan yang tidak hanya untuk kita, tapi juga kemanfaatan untuk saudara-saudara kita. Insya Allah… (14 Jan 09)

12 Januari 2009

Palestin, Aku kan terus bersamamu, selalu...

Pemuda itu berdiri tegar, tepat dihadapan kumpulan manusia yang menyerukan keadilan.

Pemuda itu tetap kelihatan tegar, meski dikanan kirinya begitu banyak manusia yang berteriak-teriak menyerukan tercipta keadilan dibumi para anbiya.

Pemuda itu tetap tegar, dia tetap berdiri kokoh. Ikat kepala warna oranye dan merah itu menjadikannya semakin gagah saja. Ditambah dengan sorot mata keoptimisan dan keyakinan yang mantap dari apa yang sedang dilakukannya. Terlihat jelas, sosok “pembela” didirinya.

Khem... bukan apa-apa ukh, akh...

Hanya sedang mengamati sosok “kepanduan” dari PKS,

Subhanallah... ada ya, dan nyata. Kerjanya juga real, ini yang kusuka dari PKS-mereka menyeluruh. Tidak setengah-setengah. Semua cabang mereka masuki dan berusaha untuk diampu. Jadi memang PKS itu tidak hanya ke politik saja, tapi real untuk berkontribusi, di bidang apapun. Subhanallah...

Jalanan yang biasanya ramai dan penuh dengan bumbu asap hitam knalpot bus itu sekarang berubah fungsi, menjadi hamparan manusia yang merayap menyerukan perdamaian dan keadilan untuk Palesina. Mereka semangat sekali, tidak dipedulikannya sinar matahari tengah hari ibu kota.

Tidak hanya untuk yang muslim, tidak hanya untuk yang berjilbab, apalagi untuk kader PKS, tidak... disana semua manusia berkumpul. Dari semua kalangan, dari berbagai agama, berbagai profesi, dan beragam jenis. Semuanya bertujuan satu: “bebaskan palestina”

Sungguh, suasana ini memang baru saya alami di jakarta. Sungguh, ruhnya begitu terasa, sangat terasa. Palestina begitu dekat dihati. Ya Gusti, semoga doa rabithohku sampai padaMu... dan kuatkan hatiku dengan hati mereka.

Hati ini sesak sekaligus senang, sesak karena raga ini tidak bisa berbuat banyak untuk mereka. Dan senang karena masih melihat 500 ribu orang berkumpul serempak dengan menyuarakan hal yang sama. Dan perlahan hati ini berbicara “masih ada harapan, Uni. Harapan itu masih ada... masih ada, dan akan tetap ada. Ia akan datang ketika dirimu memang benar2 optimis dan tawakal kepadaNya.”

Banyak anak-anak juga disana. tapi, entah kenapa mata ini selalu ingin mengeluarkan air mata ketika melihat mereka, entahlah... sudah beberapa hari ini, selalu ada butiran kecil yang jatuh kepelupuk ketika melihat mereka, apalagi mereka menangis... Ya Gusti, aku melihat air mata bayi itu adalah darah bayi-bayi palestina... sungguh, aku melihatnya seperti itu. Aku jadi semakin tak kuasa untuk mengelak dari hal ini. Tidak hanya itu, Produk AQUA itu terlihat bukan berisi air mineral, tapi berisi darah-darah bayi palestina, yang tersusun dari atom-atom peluru dan mesiu yang siap ditembakkan ke bayi-bayi palestina. Gusti... aku tidak berdaya...

Nyanyian lagu “Gaza...by Izzis” semakin menjadikan vitamin semangat dalam diri ini. Perlahan aku lihat orang -orang disekitarku, begitu banyak, banyak sekali... mereka juga menyerukan hal yang sama. Menyerukan pembebasan untuk Palestina. Semakin optimis, bahwa diri ini memang tidak sendiri... tidak sendiri... jadi, ayolah uni, keluarkan semangatmu...

Bendera Palestina berkibar anggun dibunderan monas, dan jalan-jalan di sekitar HI. Subhanallah, tak terasa bibir ini tersenyum sambil bergumam dalam hati “Palestine, kami kan terus bersamamu, selalu...”

07 Januari 2009

Semangat itu... Ada donk....

Terlahir dari sebuah pemikiran ideal, tapi berakhir dengan sebuah harapan baru, yang mana mampu melanjutkan cita-cita masa kita sekarang­­­­--- itulah yang seharusnya.

Tetapi, tidak usah bersedih hati juga, ketika apa yang kita dapatkan tidak sesuai dengan rencana atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena, pasti ada sesuatu yang tersembunyi di balik itu, dan rasakan kenikmatan untuk mencari hal tersebut.

Yakinlah, bukan tidak mungkin, ketika kita ingin mewujudkan suatu hal yang besar, itu tidak akan tercapai. Tapi, yakinlah, bahwa semuanya itu butuh proses, melewati proses, dan kita... akan menjadi orang yang pertama kali melihat buah dari hasil proses kita itu.

Ketika kita ikhlas mendapatkannya, itulah sikap yang seharusnya di miliki seorang muslim.

Tetapi, ketika kita merasa bahwa apa yang selama ini kita usahakan sia-sia karena kurang berhasilnya sebuah perencanaan dakwah. Yakinlah, kalau sikap tersebut patut kita hindari, dan bergabunglah dengan barisan orang yang tidak mudah putus asa, pantang menyerah. Dan raihlah kemenangan, tanpa kau kira sebelumnya. Insya Allah...

Senyummu ^^

Di bias senyummu yang menawan...

Ada rasa kusimpan... yang mekar seelok mawar

Senyummu...

Seperti matahari yang baru terbit,

Bak pelangi di bias ujung langit,

Melihat Senyummu...

Hidup semakin indah maknanya

Karena cinta dan ukhuwah bergema dari sudut jiwa

Senyummu...

Bahasa persahabatan yang indah...

(Special to: My Sisters “Bunga Mujahidah”)

06 Januari 2009

Be Your Self, UKh...

Aku tidak akan mengerti sosoknya seperti apa, dan sosokku seperti apa. yang jelas, dari beberapa peristiwa antara aku dengannya menghasilkan banyak sekali kesimpulan, bahwasanya aku hanya seorang yang masih anak-anak, perlu banyak pelurusan dan arahan dari orang lain. Sedangkan dia adalah sosok yang dewasa, karena sering sekali menjumpainya lebih bijaksana dalam menyikapi sebuah peristiwa.

Salahkah aku, ya Allah... di lahirkan telat, 2 tahun lebih lama darinya. Sehingga aku harus berfikir ekstra untuk memahami setiap makna katanya. Aku terlalu bodoh kah? Atau dia yang terlalu pintar? Ada rasa minder dalam diri ini untuk bergabung dengannya atau berbicara dengannya. Aku hanyalah seorang Uni yang sedang ingin mengerti makna hidup lebih mendalam. Aku hanyalah seorang Uni yang mencoba untuk memahami setiap kejadian di dunia ini, entah itu hikmah, atau apapun.

Bukannya menghindar, bukannya aku hanya bisa diam. Tahu kah kau, dalam setiap percakapan kita selalu ada kehawatiran dalam diri ini. Kehawatiran kalau kau menertawaiku, kehawatiran kalau aku salah ucap. Sebenernya aku tidak boleh seperti itu, tapi kenyataannya memang begitu, dan antara kau dan aku sangat berbeda. Aku hanya orang yang mampu untuk bisa mengungkapkan dengan bahasaku, sedangkan kau? Kau mampu memakai dengan bahasa apapun, sesuai dengan keinginanmu.

Terlepas dari itu semua, hanya satu yang kuperlukan sekarang. Yaitu vitamin, vitamin yang senantiasa mengingatkanku akan pentingnya memperbaiki diri, mengerenkan diri, agar tidak ragu, agar tidak hawatir agar diri ini tertinggal dari yang lain. Jadi diri sendiri, itu yang selama ini aku perbuat, mungkin aku akan melestarikannya segera. Hehe....

01 Januari 2009

Saling pengertian, mau??

Ketika persahabatan sudah tidak lagi di agungkan, Ketika hati ini sudah tidak lagi disatukan, Ketika bibir ini sudah enggan untuk mengingatkan, Ketika lidah ini sudah tidak mampu lagi untuk digerakkan, Ketika mata ini tidak mampu lagi memberikan ketenangan, Ketika telinga ini sudah tidak mau lagi mendengarkan, Apa yang akan kau lakukan, ukhti? Beristigfarlah, karena sesungguhnya ini ujian, ujian buatmu ukh... Ujian dariNya, Sudah sejauh mana kau mampu untuk menjalankan amanahmu di bumi ini,

Ukhti, hidup ini tidak hanya berisi orang baik, Hidup ini sangat beraneka ragam, dan orang baik juga tidak akan selamanya mampu untuk berbuat baik, ukhti... janganlah kau merasa kecewa terhadap realita, janganlah kau merasa bahwa kau paling merana di dunia ini, masih ada orang-orang di luar sana, yang butuh bantuanmu, butuh uluran tanganmu, So.. ayo ukh... jangan berkutat masalah internal dirimu saja. Ayo, bangkitlah.

Berikan senyuman unntuk saudaramu, ukh... berikan senyuman yang terbaik untuknya... jangan sampai ia melihat kesedihan dari matamu dan dari bibirmu.

Sabar ya ukh, aktivis juga manusia, mas’ulmu juga manusia, yang punya banyak sekali kesalahan. Jangan pernah menyalahkan mereka, ukhti... mereka hanya berusaha tuk melaksanakan amanah dariNya. Dan kau juga sama, bukan? Yuk! Kita sama2 tuk mendapatkan RidhoNya, dan kembali kepadaNya, dengan senyuman kemenangan kita, kalau kita adalah hamba yang pantas untuk dicintai olehNya. Insya Allah...